My passion to WRITE preceeds me, My urge to be RIGHT defeats me, Certainly, my intent not to be WRONG, guides me. This is my journal, abt life. Abt how I see life. Pls dispute me if you may!...I don't want anyone to agree with me...totally.

Tuesday, September 08, 2009

discerning

time is taking me into space (blank) that only breaks me further into despair
i now concede to my demeaning defeat....
not any wiser but stupidier

i do call upon HIM
but the voice is discerning
splintering within and without
I now know I'm worth only what others perceived of me
and that is as good as nothing

/dzan

Sunday, August 30, 2009

untold

it was yesterday that touches me
everyday to come
it is today that i'm here to stay
only in dismay

understood or misunderstood
i carry with me the burden
of me being me
of life persist
of luv huggies
of death never to dismiss

if only time gets rewind
i'll still be unkind
hoping that kindness return
as i fold
my heart untold

/dzan
aug 2009

Wednesday, July 22, 2009

hipotisis

sahabat:

sepanjang jalan dalam bumi yang bulat, aku membuat nekad jauh dari lingkaran keterbatasan kehidupan, berputar-putar menjana tenaga haus ku, lapar ku, suara ku dan segala usaha pembaziran dikhalayak kejahilan maya dibentangkan. bokob aku dalam pergelutan.

pintu yang pernah terbuka luas kini ditutup semula, malah canang tak dipukul, sorak-borak menjadi selera. tidak terkhabar tentang keemasan waktu yang berlalu, tukang karut malah berpanjangan berlagu sambil berpatah langkah berpecah ditakuk bangsa membawa anak desa - bagai cerita sang peniup seruling yang pernah melarikan anak-anak daif. Mereka berebut-rebut memuja kepincangan desa, menghambat penggerakan masa....itulah dunianya.... KERAS!!!

aku lagi termangu. kataku, pergilah jauh kebintang, kerlipannya tak ku duga, pergilah hilang kebulan, keindahan nya tak ku julang, pergilah mati kebumi, kebijaksaannya sekadar persepsi diri dalam akal sejengkal cuma, hidup membasabasi. pergilah sendiri insan, mati belum tentu syahid, nafas ku belum tentu lega, riwayat masih menjadi bahan cerita....

cerita dibawah tempurung tempat berteduh, tembusan cahaya tak mampu menyuluh tapi mengundang gemuruh ramai menagih sorak dalam gelap, mentertawa terbahak-bahak sesampai menjadi pekak, lalu semarak menjadi semak, jatuh dipersada yang berselerak, lalang membatasi pandangan, kehidupan hilang keupayaan.

lalu dalam segala kuasa berpolitika, ilmu jemu semakin ku kuasa, jemu menurut atur-campur meroboh tempat berteduh. tak mahu aku lupa pada kuasa ayam yang berkokok pagi, yang meningatkan matlamat insani yang mati berganti. tak mahu lupa pada kuasa kerbau yang membajak, mewarnai resepi dikuali yang menjadi darah daging kini. tak mahu lupa pada kuasa kereta lembu yang menggelek, menghiris daya yang tidak tertangkis, bilamana pandangan menjadi tipis. tak mahu lupa pada kuasa luar-dalam yang melonjak-lonjak, ummah diinjak-injak oleh sang kaki empunya diri.

lalu memberi ingat ku pada kuasa pencipta yang memberi kudrat saksama. memberi ingat pada mereka yang bergelar nama hanya sementara, memberi ingat pada desa yang melata sangat percuma dan sementara, dicegah bagaimana akan mengarah sejagat jadinya.

memberi tekad ku, sedang keliru masih berkuasa, aku membikin hipotisis kehidupan sinis, agar nanti wal-hasil tak balik asal, wal-asal tak balik hasil.

//sedar ku, hujan batu dibumi sendiri, sangat memberi erti//

/dzan

Monday, May 04, 2009

Mt Ophir / Gunung Ledang : 2nd May 2009


Harsh and unfriendly!

That is what I think Mt Ophir has become. Nostalgic? - not even close. Revisting Mt Ophir after more than 15 years lapsed had me all excited. I certainly love at a chance to walk down the memory lanes in Mt Ophir .
But oh my. Was I wrong abt her. I mean Mt Ophir! She was not the same anymore and did not welcome me gracefully. I don't think she even recognise me at all. Or was it just just plain jealousy that I now revisited her with my beloved ratu and my kids after more than 15 years absent? An affair that went all wrong? Bummer!

I used to frequent Mt Ophir when I was younger ? between 15 yrs old 27 yrs old ? I'm 45 yrs old now with 3 kids. More like 20 times if my memory still serves me right - leading groups of friends and at times I've even trailed to the summit alone and still wanting more. Of course I conquered other mountains too - in Malaysia, Asia, Brazil etc. But Mt Ophir has been my all time favourite. It gives many novice climbers a good taste of the in-betweens of other harsh mountains. Fortunately or not my adventurous life ended 3 years before I got married.

To think that I've painted some wonderful and exciting (not to mentioned challenging) memories of Mt Ophir to my family and my 2 guests (Rahim and beloved wife Sapiah), I had them fooled. Ok, I was fooled too by those yesteryear of memories.

My vivid images of Telaga Puteri and the Kolam Gajah and some other pools I've once encountered had me (and my guests) all excited. I was sure we could just get wet and "berendam" on our ascending or descending trails. But instead, we were welcomed by the Bukit Semput (more like Bukit Pancit to me) and then tested by the gruelling KFC. Kentucky Fried Chicken my foot! No finger licking good feeling at all. It was truly a Killing Field Centre. Not to mention the various ladders and apscaling we had to go through.

Moments-after-moments of enduring the harsh terrains and pushing ourselves to the limits. Opps! I exaggerate. It was more like torture for my ratu (and maybe me). I almost forgot that I am 45 years old, and I was trailling Mt Ophir - not Mt Tahan that has the reputation to offend its conquerrers by its harsh terrains. And I did what I would normally do during such trips - i.e I kept cursing myself for putting myself into such agony - as we crossed one obstacle after another. For some moments there, I was almost certain that either my wife was about to break down or would even push me off the cliff as I tried motivating her to continue the journey to the summit. Mind me, it was her 1st time ever in jungle trekking - let alone mountain climbing.

But at long last! Our pains were rewarded and "healed" by our final climbs to the summit. What a feeling! The sudden sense of achievement rushed to our brains and the rest of our body! But of course, the thoughts of going back to the foot of the mountains sent jitters to our knees. The next following hours was truly yet another knee-jerking experience. But we made it anyway. Thank God!

Considering all the pains, it was worth it. In total we had walked up and down Mt Ophir approximitely 14 hours. Setting off at 845pm on 2nd May 2009 and we reached the foot of the mountain at abt 1045pm on 2nd May 2009.

Ok. Don't get me wrong here. I still love her (Mt Ophir) just as much. But not as much as my love for my beloved Hanim and Putera, Puteri and Budi. And in spite of the gruesome obstacles we have had gone through in Mt Ophir, I do encourage anyone and everyone to climb it at least once in yr life time.

The fact that my wife and kids are safe and sound throughout the journey is truly a bliss. Oh yes, the rest of the MNS (MNS-Johore (Malaysia Nature Society ? Johore) team and the guide too. The company was superb. Our different backgrounds made this event worth gruelling.

Kudos! We deserve a pat on our backs!

To Encik Hamid and Wife ? to being good host and organiser. We truly had Makan Non-Stop! To Dr Francis Hoe and Family, Dr Tan, Albert, Karen, Zalina, Rahman, Rahim, Sapiah and names I could not recall. You guys are Fantastic! We had a wonderful trip. Obsolutely! And I don't mean maybe. We are looking forward to the next trip when time permits. Hooray!

All other links:
1. Photos for faster viewing http://www.picasaweb.com/one.dzan
2. Photos for downloading and printing : http://dzan.org/ goto PHOTO GALLERY - More than just a Photo Gallery!
3. Non MNS members who wants to join the MNS-Johore:
4. YM egroup to those interested on the MNS-Johore news and events http://groups.yahoo.com/group/mns_johor/

/dzan
4th May 2009

Tuesday, January 20, 2009

2. Aku dan Melayu - Bahasa Melambangkan Bangsa

Kalau nak dihitung peratusan saya berbahasa melayu dalam sehari, rasanya tidak mececah 10 peratus. Tentu saja ini memalukan. Dan kalau dicampur peratusan keluarga saya berbahasa melayu mungkin juga mencecah 20 peratus. Tapi ini juga sangat membimbangkan.

Sejak anak2 saya kecil lagi kami sudah melatihkan mereka berbahasa Inggeris. Jadi penguasaan bahasa melayu mereka amat lemah. Pernah ketika itu (semasa berumur 4-7 tahun), mereka bertanya kepada kami (dalam bahasa Inggeris) " Kita ini orang apa? Kalau melayu kenapa bercakap bahasa Inggeris?" Dan bila mereka bertanya datuk mereka, dijawab pula "Atuk orang Inggeris lah. Ibu Atuk berasal dari London dan namanya sebenarnya adalah MARY". Saya hanya mampu tersenyum sinis tanpa memperbetulkan keadaan tersebut. Kiranya mereka telah dikelentongkan. Kasihan sekali. Namun begitu mereka semakin akur tentang asal usul mereka dan sedar tentang kemelayuan mereka.

Jadi apa kah saya sekeluarga merupakan keluarga yang gagal mempertahankan Bangsa melayu?

Tentu saja kita pernah mendengar ungkapan "BAHASA MELAMBANGKAN BANGSA". Tapi apakah pengertian sebenar ungkapan tersebut? Kalau saya nyatakan bahawa tegak nya bangsa tidak tertakluk pada bahasa, Apakah kenyataan itu dapat berdiri tegak dan mempertahankan keadaan kami yang sengaja tidak fasih berbahasa melayu? Walau pun pada dasarnya itu adalah semacam alasan remeh untu tidak terus berbahasa melayu. Boo!!

2.1 Bahasa Indah dan Tepat

Mengikut kata MUNSYI, Alif Danya (penulis Indonesia) dalam bukunya BAHASA MENUNJUKKAN BANGSA - cetakan pertama Jun 2005, bahasa itu harus Indah dan Tepat. Ia harus mampu dimiliki dan diolah sebagaimana mungkin oleh penutur. Katanya pengurusan bahasa itu bukan pengurusan sarjana bahasa semata ataupun ahli dewan bahasa sebagai pemiliknya. Katanya bahasa itu harus bebas dimiliki orang ramai yang menggunakannya.

Sekilas pandang, ada kebenaran dalam kenyataan tersebut. Lantaran itu sesebuah Bahasa mampu berkembang dan berdaya saing mengikut masyarakat dan tamadun tertentu. Dan mungkin dalam konteks Indonesia kesan indah yang terselah dari kebebasan itu adalah:

1.) Rata-rata bangsa Indonesia mampu menyuarakan maksud hati dan minda tanpa ragu diancam sebagai perosak bahasa. Mereka kelihatan petah dengan soalan-soalan yang ditujukan secara spontan.
2.) Kerana dinding keterbatasan bahasa itu telah dirobohkan nilai estetika dalam penyusanan kata dan ayat-ayat mereka itu terlihat sangat menyerlah dan indah.

Tapi kesan buruk juga berlaku dalam kebebasan berbahasa mengikut filsafah Indah dan Tepat. Pada dasarnya kita sedar bahawa yang Indah dan Tepat itu sangat subjectif dan tertakluk pada mata dan rasa seseorang - atau pun mungkin pada sesebuah masyarakat. Yang indah dimata seseorang mungkin dianggap buruk pada yang lain. Dan yang tepat dimata sesorang juga mungkin berlawanan dengan penerimaan orang lain.

Jadi bahasa yang dituturkan mengikut kaedah "Indah dan Tepat" itu menjadi canggung ditelinga golongan yang faham dengan tata-tertib bahasa. Ia hanya mampu berdiri dalam masyarakat yang tidak mahu akur dengan peradaban bahasa itu sendiri. Mentelah lagi, kebebasan berbahasa itu menularkan penyakit keInggerisan yang sangat kronik kalau dikaji dari segi ilmiah.

Saya pernah berbincang dengan seorang sahabat yang merasa menginggeriskan bahasa melayu memberi ketetapan maksud penutur dengan jelas. Jadi bahasa itu harus bebas katanya. Sebab, katanya lagi, kalau bahasa itu dibendung dalam beradaban, ianya akan jadi beku.

Apa pun juga alasannya, bangsa Indonesia telah mampu merobohkan segala beradaban bahas. Filsafat Indah dan Tepat itu telah digarap dengan senang hati - dalam hidup sehari-hari mereka. Apa yang terfikir dalam kepala dan unkapan yang terlintas diminda diucapkan tanpa mengambil kira konteks socio-budaya, keadaan sekeliling, mahupun konteks pengertiannya bahasa itu sendiri.

Tak hairanlah kadang saya bingung dengan apa yang dimaksudkan oleh mereka. Kadang-kadang terlihat seolah-olah bahasa itu diperlekehkan oleh mereka dengan perkataan yang tidak sesuai dalam konteks sekeliling. Itu belum lagi disentuh tentang isu bahasa inggeris yang langsung dipelatkan mengikut lidah dan keinginan penutur itu sendiri.

Misalnya, pembantu rumah saya yang berasal dari indonesia, memanggil peti sejuk sebagai KOOL GAS.....kerja gotong-royong, dipanggilnya "kerja borong" dan yang paling lucu apabila pembantu saya memanggil penjual gas " TET-TET"....hanya kerana, bunyi "TET-TET" itu berkumandang tiap kali lori penjual itu melintasi kawasan perumahan kami. Tentu sahaja, bahasa nya begitu TEPAT!

Apakah ini yang dikatakan Bahasa itu harus bersifat ABITRARI..????

2.2 Bahasa Baik dan Benar

Rata-rata Dewan bahasa menyesyorkan bahawa bahasa seharusnya Baik dan Benar...bersambung..

Sunday, January 11, 2009

1. Aku dan Melayu - Mukadimah

Berjinak-jinak dengan Bahasa

Salam,

Tahun (2009) ini saya berazam untuk mempertingkatkan ilmu dan amalan dalam bahasa melayu. Sebagai langkah pertama, biarlah saya menulis dan berfikir dalam bahasa melayu sesampai ia nya sebati dalam jiwa. Atau paling tidak akan saya memperuntukkan usaha kearah itu.

Saya adalah melayu - bukan kerana melayu BARU mahu pun melayu LAMA. Malah tidak pernah saya tahu apa erti Melayu Baru. Apatah lagi mahu memahami istilah dan ungkapan Melayu Lama. Biarlah ditekankan disini bahawa saya hanyalah sekadar seorang melayu yang sering merasa bangga dengan jiwa kemelayuan saya sendiri - lalu pada dasarnya saya termaktub dalam perangkaan tata-susila dan peradaban budaya melayu itu sendiri. Ada semacam pergelutan dalam diri yang sekian lama tidak berbicara bahasa melayu dan kini sedang mula berjinak kembali kepada bahasa ibuanda.

Mahu tidak mahu saya sudah sangat terbiasa berfikir, bertutur dan menulis dalam bahasa Inggeris. Entahlah, mungkin salah persekitaran, salah pendidikan, salah orang tua(?) atau mungkin juga salah diri sendiri yang telah lama mengambil langkah untuk mengikut arus dan aliran utama diatas bumi yang dipijak dan dibawah langit yang dijunjung. Yang nyata, walaupun saya terpaksa berbahasa inggeris, hakikatnya iada sesiapa yang pernah meletakkan pistol dikepala.

Sistem pembelajaran saya sejak kecil mendorong saya untuk terus berbahasa Inggeris. Ketika masuk kealam perkerjaan, bahasa inggeris juga menjadi bahasa perantaraan sehari-hari. Dan saya juga tidak pernah merasa berkurangnya kemelayuan saya - biar tercemar macammana pun, saya tidak pernah melihat melayu saya diperlekehkan oleh siapa-siapa.

Ketika saya berumur antara tujuh atau delapan tahun, saya pernah didatangi oleh sekumpulan pendakwah kristian untuk mempengaruhi saya ke agama mereka. Banyak persoalan (dan cemuhan) yang dilontarkan terhadap saya dan Islam. Lantaran ketidak upayaan dan petah nya bertutur dalam bahasa Inggeris, terlepas lah kesempatan untuk mempertahankan agama saya - apalagi mempertahan kan hak asasi diri. Peristiwa itu menjadi iktibar betapa peri pentingnya untuk saya memperbaiki dan mempertingkatan penguasaan bahasa Inggeris Lantarannya jadi begini lah keadaan saya.

Antara sedar dan tidak sedar, saya akur bahawa bertutur dalam bahasa bukan melayu sehari-hari sebenarnya tidak sahaja merosakkan keupayaan dan penguasaan bahasa melayu. Malah kesan sampingan yang paling meruncing adalah penerapan nilai dan budaya asing yang menyerlap masuk kedalam bentuk cara dan gaya permikiran, penuturan dan penulisan seseorang. Lalu budaya pelaku, pemikir dan penutur bahasa asing itu menjalar dalam diri dan masyarakat kita. Dengan kesedaran ini saya yakin bahawa saya tidak sendiri dalam hal ini. Dan saya beritizam untuk melakukan sesuatu.

Ketika ini minda saya terus bergejolak dan terus bertanya, dimana nilai dan peradaban melayu dalam diri saya? Kemana arus-arah-tuju bahasa tercinta ini dimata masyarakat dunia? Dan apakah langkah yang patut diambil untuk memertabatkan bahasa ini keperingkat antarabangsa - sesampai bahasa ini dapat menerobos dinding pemisah antara masyarakat berbahasa melayu dengan masyarakat yang bukan berbahasa melayu.

Ramai kekawan melayu yang pernah saya bergaul begitu bersemangat untuk mempertahankan bahasa melayu tercinta - lebih-lebih lagi kawan-kawan diMalaysia. uatu semangat yang sangat terpuji.

Malangnya, kita gagal mengambil kira tentang perkembangan, pembangungan dan penggunaan bahasa melayu itu sendiri dalam masyarakat majmuk - (yang bukan melayu tapi berbahasa melayu). Kita juga gagal mengambil kira tentang waktu dan zaman ketika ini. Bagaimana pula untuk zaman mendatang? Laungan sentiment Bahasa Melayu untuk melayu lebih ketara jika dibandingkan Bahasa Melayu untuk dunia. Akibatnya, bahasa melayu diperkotak-katikkan oleh orang melayu sendiri. Menjadi lumpuh dari terus berkembang jauh kemasyarakat bukan melayu diAsia mahupun diantero dunia.

Saya punya teori, kalau mahu memperkasakan bahasa melayu, kita perlu melakarkan matlamat sejagat, but matlamat sebangsa semata. Sebab matlamat sebangsa akan gagal mencapai tujuan mempertahankan, memertabatkan dan memperkembangkan kemata dunia. Dan bahasa ini tidak akan dapat dikomersilkan. Ianya akan terus gagal menjadi bahasa pengantar dalam dunia global perniagaan. Jika ini terus berlaku, akan hilanglah melayu didunia. Dan tidak hairanlah jika suatu hari nanti Bahasa Melayu menjadi antara bahasa kuno didunia. Sebab ketika itu peri pentingnya penggunaan bahasa melayu itu telah hilang sama sekali - tiada nilai komersilnya.

Secara peribadi, tentunya banyak usaha yang saya perlu lakukan. Azam untuk terus belajar, berfikir, menulis dan bertutur dalam bahasa melayu akan kian menjadi tantangan yang paling hebat dalam persikitaran saya. Saya tidak bertujuan mengubah dunia, sekadar mengubah diri sendiri.

Seperkara lagi. Memandangkan saya ini bukan ahli bahasa, bukan pengamal bahasa melayu seharian dan juga bukan seorang munsyi, maka apa yang saya telah dan akan memperkatakan , terbit dari pandangan yang mungkin sangat bias atau juga prejudis. Segala pengamatan yang bakal saya ketengahkan berkitar dari pengalaman dan penyelidikan peribadi - disokong oleh beberapa fakta dan teori ilmiah.

Inilah tikungan yang perlu saya harungi dalam diri. Yang nyatanya ini bukan suatu usaha untuk memperlekehkan sesiapa. Sekadar suatu usaha peribadi yang seharusnya saya lakukan sejak kecil lagi.

/dzan